Headlines News :
Beranda » » e-Government Kaltim strategi anti-korupsi

e-Government Kaltim strategi anti-korupsi

Ditulis Oleh: Unknown pada hari Jumat, 04 Januari 2013 Pukul. 15.54 WITA.


KORUPSI JENIS PENYUAPAN MENJADI TOP SCORE. Dalam dua tahun terakhir (2010-2011), penanganan perkara korupsi jenis penyuapan menempati urutan teratas dimana di tahun 2010 berjumlah 16 kasus dan di tahun 2011 berjumlah 25 kasus, mengalahkan korupsi jenis pengadaan barang/jasa. Korupsi jenis pengadaan barang/jasa, justru mengalami penurunan, padahal di tahun-tahun sebelumnya (2005-2009) selalu mendominasi.

Di tahun 2012 (hingga Agustus 2012), korupsi jenis penyuapan menempati posisi terbanyak sebesar 32 perkara, disusul pengadaan barang/jasa sebanyak 10 perkara.

Data dan informasi terkait dengan penanganan perkara korupsi bisa dilihat dalam kanal Penindakan.
 
Pertanyaannya kemudian adalah apa yang bisa dilakukan?
Banyak. Tetapi apapun itu, tidak akan merupakan obat mujarab untuk menghilangkan korupsi secara seketika dari bumi Etam. Salah satu hal penting dalam mengurangi korupsi adalah peningkatan transparansi. Untuk itu, penerapan sistem/teknologi informasi untuk mendukung “proses bisnis” di lembaga pemerintah dengan dukungan pemimpin bervisi jelas dalam bentuk insitiatif e-government, memberikan harapan baru sebagai salah satu strategi anti-korupsi.

e-Government bukan sekedar meng"install" sistem informasi dan menjalankannya. e-Government bukan masalah teknologi informasi semata. Perubahan pola pikir pemangku amanat di pemerintahan harus dikedepankan. Selama masih ada yang berpikir “kalau bisa dipersulit mengapa harus dibuat mudah”, sampai kiamat 21-12-2012 pun inisiatif e-government tidak akan berdampak banyak.

Dampak e-government sangat beragam, mulai dari peningkatan kualitas layanan publik, perbaikan partisipasi masyarakat dalam pengambilam kebijakan, sampai dengan peningkatan transparansi. Yang terakhir ini nampaknya masih merupakan barang mewah di Kaltim. Tahun 2008, Kota Yogyakarta, menjadi kota “terbersih dari korupsi” versi Transparency International Indonesia berdasar survei di 50 kota di Indonesia. Peringkat serupa untuk tahun setelahnya nampaknya belum dirilis.
Meskipun terdapat peningkatan inistiatif e-government yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir, Alhamdulillah Kaltim menempati posisi ke-5 di urutan provinsi indonesia, namun negara Indonesia, masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. Peringkat terakhir tahun 2010 yang dirilis oleh UNPAN, salah satu lembaga di bawah PBB, menempatkan Indonesia pada posisi 109 dari 192 negara yang disurvei.

Analisis  yang dilakukan penulis terhadap data CPI dan peringkat e-government mulai tahun 2007 menunjukkan pengaruh tingkat adopsi e-government terhadap penuruan korupsi dan sebaliknya. 

Pertama, adopsi e-government terbukti mempunyai dampak pada penurunan tingkat korupsi. 
Kedua, penurunan tingkat korupsi juga akan meningkatkan tingkat adopsi e-government. Tentu saja perlu dicatat dengan tebal di sini, bahwa akan sangat naif dan menyederhanakan masalah jika e-government dianggap sebagai satu-satunya solusi potensial.

Mengapa adopsi e-government dapat menurunkan tingkat korupsi? Kata kuncinya ada penyederhaan “proses bisnis” di pemerintahan dan peningkatan transparansi. Proses bisnis yang lebih ramping dan tertata dengan baik akan menjadikan peluang untuk korupsi berkurang. Bayangkan jika semua dana yan ditarik dari masyarakat oleh pemerintah terlaporkan dengan jelas dengan bantuan sistem informasi yang terencana baik. Potensi mendapatkan pungutan liar, yang mungkin masih dibayangkan oleh beberapa pengemban amanah di pemerintahan, tentu akan terbatasi.

Penulis termasuk yang mengharapkan, mulai saat ini dan yang akan datang , laporan realisasi, bukan hanya rencana, anggaran pemerintah dapat diakses melalui Internet. Harapan sepele ini sebetulnya adalah salah satu akar dari rendahnya keinginan untuk lebih transparan. Jika transparansi dapat ditingkatkan, tentu pemegang amanah di pemerintah akan berpikir, minimal dua kali, untuk terlibat dalam perkara korupsi.

Sebaliknya, penurunan tingkat korupsi juga akan meningkatkan adopsi e-government. Penurunan tingkat korupsi tidak akan terjadi tanpa perubahan pola pikir dan prilaku. Pola pikir yang merelakan sebagian kekuasaannya dialihkan dan pensiun dari mentalitas penjaga gerbang (gate keeper) yang rawan terhadap praktik korupsi akan mendorong inisiatif lanjutan e-government. Jika mentalitas penjaga gerbang kekuasaan yang menjadikan banyak orang tergantung kepadanya tidak berkurang, akan sangat sulit bagi seorang pemimpin, yang akan mendorong inisiatif e-government. 

Ini bukan perkara mudah di Indonesia khususnya di Kaltim, dengan dimensi budaya jarak kekuasaan (power distance) yang tinggi. Menurut Geert Hofstede yang telah melakukan studi budaya terhadap pegawai IBM di 72 negara, masyarakat dengan budaya jarak kekuasaan yang tinggi akan menolerir jika sekelompok anggota masyarakat (dalam konteks ini pemegang amanah di pemerintahan) mendominasi dan mempunyai kekuasaan yang luar biasa atas kelompok yang lain. 

Inisiatif e-government pada tataran tertentu akan mengurangi kekuasaan pemimpin dan mendelegasikannya kepada sistem atau orang yang lebih rendah dalam hirarki kekuasaan.
Mana yang harus lebih dulu dilakukan, pengurangan korupsi atau peningkatan adopsi e-government

Ini pertanyaan telur dan ayam. Nampaknya untuk saat ini, opor ayam dapat dicampuri telur dalam satu panci yang sama, dan karenanya, bagaimana kalau dilakukan bersama-sama, diikuti dengan inisiatif yang lain, seperti edukasi dan penegakan hukum yang lebih adil.
Share artikel ini :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Selamat Datang


Total Kunjungan

 
Support : Peserta | My Blog | My Facebook
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. e-Government Kalimantan Timur - All Rights Reserved
Follow:
Template Kreasi Nuhajat Peserta Lomba Blogger